Begini aturan volume pengeras suara masjid di 6 negara, termasuk Indonesia
Jumat, 24 Agustus 2018 06:48
Reporter : Merdeka
10 masjid raksasa. ©Reuters
Merdeka.com - Seorang ibu di Medan bernama Meiliana,
pada 22 Agustus 2018 mendapat vonis penjara 18 bulan dari Pengadilan
Tinggi Sumatera Utara atas pasal penistaan terhadap agama lantaran
mengeluhkan volume suara azan yang dianggapnya terlalu keras.
BERITA TERKAIT
Kasus yang menjerat Meiliana sebenarnya telah terjadi pada 2016. Saat
itu, ia meminta pengurus Masjid di sekitar tempat tinggalnya untuk
mengecilkan volume pengeras suara. Ia mengaku terganggu dengan
intensitas suaranya.
Pernyataan Meiliana itu ternyata memicu kemarahan warga dan menyulut
kerusuhan yang menyebabkan sekelompok orang membakar serta merusak
vihara dan klenteng di Tanjung Balai.
MUI Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Meiliana telah melakukan penistaan agama.
Kasus ini memasuki ranah hukum setelah jaksa menetapkan Meiliana
sebagai tersangka penistaan agama pada 30 Mei 2018 dan mendakwanya
dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penistaan agama.
Pada akhir persidangan, majelis hakim sependapat dengan dakwaan jaksa
dan menjatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada Meiliana sesuai
tuntutan jaksa.
Apa yang menimpa Meiliana tak hanya menjadi sorotan di dalam negeri, namun juga menarik perhatian media internasional.
Sejumlah media, kantor berita, dan surat kabar, seperti Al Jazeera
dari Qatar, Sky News dan The Independent dari Inggris, Deutsche-Welle
dari Jerman, Newsweek dari Amerika Serikat, ABC News Australia, The
Strait Times Singapura, dan NDTV India beramai-ramai memberitakan kasus
tersebut.
The Independent misalnya, mengutip pernyataan Usman Hamid, direktur
eksekutif Amnesty International Indonesia, menyerukan Pengadilan Tinggi
Sumatra Utara untuk membatalkan vonis terhadap Meiliana tersebut.
"Mengajukan keluhan tentang kebisingan bukanlah pelanggaran pidana.
Keputusan yang menggelikan ini merupakan pelanggaran mencolok dari
kebebasan berekspresi," kata Usman seperti dikutip The Independent,
Kamis 23 Agustus 2018 dalam artikel berjudul "Woman who complained about
noisy mosque jailed for blasphemy".
Ketika seorang warga minoritas di Indonesia, seperti Meiliana,
dipenjara lantaran mengeluhkan volume suara adzan, di sejumlah negara
muslim lain pemerintah bersama ulama mewajibkan pengurus masjid
menghargai ketenangan umum.
Berikut, aturan volume toa masjid di 7 negara muslim, termasuk
Indonesia, seperti Liputan6.com kutip dari DW Indonesia, Kamis (23/8).
1. Arab Saudi
Sejak 2015 silam Kementerian Agama Islam di Arab Saudi melarang
masjid menggunakan pengeras suara di bagian luar, kecuali untuk azan,
salat Jumat, salat Idul Fitri dan Idul Adha, serta salat minta hujan.
Kebijakan ini diambil menyusul maraknya keluhan warga ihwal volume
pengeras suara yang terlalu besar. Arab News melaporkan, tahun lalu
masjid-masjid diperintahkan mencabut toa dari menara.
2. Mesir
Keputusan pemerintah Mesir melarang pengeras suara masjid digunakan untuk selain azan juga didukung oleh Universitas al-Azhar.
Larangan ini terutama mulai diawasi sejak bulan Ramadan 2018 lalu.
Al-Azhar mengatakan, pengeras suara bisa mengganggu pasien di rumah
sakit atau manula dan oleh karenanya, bertentangan dengan ajaran Islam.
3. Bahrain
Belum lama ini Kementerian Agama Islam di Bahrain memperpanjang larangan penggunaan pengeras suara di masjid selain untuk azan.
Lantaran banyak keluhan, pemerintah juga meminta masjid menurunkan volume pengeras suara.
"Islam adalah soal toleransi, bukan mempersulit kehidupan orang lain
dengan mengganggu lewat pengeras suara," kata Abdallah al-Moaily,
seorang pejabat lokal kepada GulfInsider.
4. Malaysia
Di Malaysia, aturan ihwal pengeras suara masjid bergantung pada negara bagian masing-masing.
Penang, Perlis dan Selangor termasuk negara bagian yang melarang pengeras suara digunakan selain untuk azan.
Dalam fatwanya, mufti Perlis, Datuk Asri Zainul Abidin, menegaskan
larangan tersebut sudah sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad untuk tidak
mengganggu ketertiban umum.
5. Uni Emirat Arab
Pemerintah setempat tidak menerbitkan ketentuan khusus mengenai
pengeras suara masjid. Namun, penduduk didorong untuk menyampaikan
keluhan jika volume pengeras suara terlalu tinggi.
Uni Emirat Arab menggariskan suara azan tidak boleh melebihi batas 85
desibel di kawasan pemukiman agar tidak mengganggu aktivitas warga
setempat.
6. India
Pemerintah mengawasi penggunaan pengeras suara yang tak berizin di masjid-masjid.
Aturan nasional antara lain membatasi volume pengeras suara di ruang
publik menjadi maksimal 10 desibel di atas volume derau di sekitar atau
5dB di atas volume bunyi-bunyian di ruang pribadi.
Aturan yang juga didukung ulama Islam India ini diterbitkan untuk menjamin ketertiban umum.
7. Indonesia
Kementerian Agama RI tidak membatasi volume pengeras suara masjid,
melainkan hanya mengatur penggunaan toa untuk keperluan ibadah.
Dalam instruksi Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag
RI, masjid diperkenankan menggunakan pengeras suara untuk adzan dan
pembacaan ayat Alquran maksimal 15 menit sebelum waktu salat.
Selama salat masjid hanya boleh menggunakan pengeras suara di bagian dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar